Menunda pekerjaan bukan berarti kamu malas. Faktanya, otak manusia memang memiliki kecenderungan alami untuk menunda—terutama saat berhadapan dengan tugas yang terasa berat, membosankan, atau membuat stres. Dalam sains, perilaku ini dikenal sebagai procrastination.
Lalu… apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak?
Mengapa kita bisa menunda padahal tahu itu merugikan?
Yuk pahami penjelasan ilmiahnya secara sederhana!
1. Otak Suka Kenyamanan: Peran Sistem Limbik vs Prefrontal Cortex
Dalam otak, ada dua “bagian” yang sering tarik-menarik:
🔸 Sistem Limbik
Bagian yang mengatur emosi dan rasa nyaman. Ia ingin hal-hal yang menyenangkan sekarang juga.
🔸 Prefrontal Cortex
Bagian otak yang bertanggung jawab pada logika, rencana, dan pengendalian diri.
Ketika kita menunda, artinya sistem limbik lebih dominan daripada prefrontal cortex.
Contoh: “Kerja nanti saja… scroll TikTok sebentar.”
Salah satu alasannya: tugas yang terasa berat memicu ketidaknyamanan, sehingga otak mencari aktivitas yang lebih menyenangkan untuk meredakan stres.
2. Efek “Dopamin”: Otak Ingin Hadiah Cepat
Otak bekerja berdasarkan reward. Aktivitas menyenangkan seperti menonton, makan, atau main game memberikan dopamin, yaitu hormon “senang”.
Tugas penting—apalagi yang panjang—biasanya tidak memberi dopamin instan.
Akibatnya, otak memilih aktivitas dengan hadiah cepat daripada tugas yang hasilnya baru terasa nanti.
Inilah alasan kita:
• membuka HP dulu,
• rebahan sebentar,
• membuat “alasan” agar tugas dimulai nanti saja.
Semua demi reward cepat tersebut.
3. Tugas Terlalu Besar Membuat Otak “Overwhelm”
Saat tugas terasa besar atau rumit, otak masuk ke mode ancaman. Bagian amigdala (pusat rasa takut) menganggap tugas itu sebagai sesuatu yang membebani.
Akibatnya muncul perasaan:
• bingung mulai dari mana
• takut gagal
• tidak percaya diri
• cemas memikirkan hasil
Untuk menghindari perasaan negatif ini, otak memilih cara cepat: menunda.
4. Prokrastinasi Bisa Jadi Mekanisme Mengatur Emosi
Sains menemukan bahwa menunda adalah masalah manajemen emosi, bukan manajemen waktu.
Artinya bukan karena tidak punya waktu, tapi karena otak:
• sedang stres
• merasa tertekan
• sedang sedih
• capek secara mental
Menunda menjadi cara untuk “kabur” dari emosi tersebut. Sayangnya, setelah ditunda, rasa bersalah muncul… dan beban semakin berat.
5. Efek Lingkungan Digital: Notifikasi = Distraksi
Dunia digital membuat menunda jadi lebih mudah. Notifikasi, video pendek, dan aplikasi hiburan dirancang untuk memberi dopamin cepat.
Otak jadi terbiasa dengan stimulasi instan dan kehilangan fokus untuk pekerjaan yang membutuhkan waktu.
Cara Mengurangi Kebiasaan Menunda (Berdasarkan Riset Sains)
1. Mulai dari tugas kecil (2–5 menit)
Metode micro task: pecah tugas besar jadi langkah kecil. Otak tidak merasa terancam, dan kita lebih mudah mulai.
2. Teknik “Pomodoro”
Kerja 25 menit, istirahat 5 menit. Cara ini membantu otak tetap fokus tanpa merasa kewalahan.
3. Hapus gangguan digital
Silent notifikasi, jauhkan HP, atau gunakan mode fokus.
4. Atur emosi sebelum mulai
Tarik napas, minum air, atau berjalan sebentar. Otak yang tenang lebih mudah bekerja.
5. Beri diri sendiri hadiah kecil
Dopamin positif membantu otak membangun kebiasaan produktif.
Kesimpulan
Menunda bukan berarti kamu lemah atau tidak disiplin. Kebiasaan itu justru berasal dari cara kerja otak yang ingin menghindari stres dan mengejar kenyamanan. Dengan memahami sains di baliknya, kita bisa lebih bijak mengatur diri dan menangani kebiasaan menunda dengan langkah kecil yang konsisten.

0 Comments